9.17.2013

Teknologi yang menelan

Saya bukan pakar intelijen, pun bukan pakar teknologi, saya ini mentoknya hanya di: ahli fiksi. Sejauh ini ada dua novel saya yang menulis tentang konspirasi, termasuk memanfaatkan teknologi di dalamnya. Itu saja mentoknya sy sebgai pengamat konspirasi amatiran. Sebagai penulis fiksi, kadang imajinasi saya berlebihan dan tidak kontekstual. Sebagai orang yang hidup di dunia nyata, sebaliknya, saya justeru tidak suka berpikir yang aneh2, berprasangka buruk. Saya bahkan menjauhi orang2 yg hidupnya berprasangka negatifff melulu. Saya akuntan, dilatih untuk melihat bukti atas setiap transaksi, dan berbagai prinsip lainnya yang sangat material.

Akan tetapi, mungkin menarik saya share hal2 berikut ini. Kalian berhak punya pendapat yang berbeda, itulah guna akal pikiran masing2, semua orang bisa mengeksplorasi pemikirannya.

Menurut hemat saya, teknologi di dunia ini pada akhirnya akan mengerucut kepada sebuah titik saja: informasi.

Ini simplifikasi atas sebuah diskusi besar. Tapi saya tidak menemukan penjelasan lain, sepertinya memang sesederhana itu: informasi. Siapapun yang menguasai informasi, maka merekalah yang menguasai dunia ini. Bukan senjata nuklir, bukan pula senjata kimia. Itu hanya turunan dari informasi. Pun sama, cadangan minyak dunia, bisnis energi, itu juga turunan dari informasi. Semua orang yang memiliki ambisi besar, ingin berkuasa secara politik, ingin memiliki imperium bisnis raksasa, atau simpel hanya ingin merilis lagu dan film baru, mutlak membutuhkan informasi. Dengan informasi yang akurat, maka mereka bisa melancarkan strategi terbaik.

Maka ilmu pengetahuan dunia bergerak maju dalam teknologi informasi ini. Menakjubkan. Baru dua puluh tahun lalu dunia ini masih gelap gulita dalam teknologi informasi. Hanya segelintir orang punya pesawat telepon di rumah tahun 1993, hari ini nyaris seluruh dunia memiliki telepon genggam. Kecepatan penyebarannya lebih mengagumkan dibanding (maaf) endemik penyakit. Tahun 2000, orang2 masih banyak memegang HP jadul sebesar lengan, yang bisa buat nimpuk, hari ini, smartphone membanjiri pasaran--juga sama, tetap bisa buat nimpuk sih.

Tahun 2005, kita belum bicara tentang kekuatan jejaring sosial, hari ini, salah-satu jejaring sosial mempunyai anggota satu milyar lebih. Mereka memiliki pengguna begitu massif. Teknologi informasi berkembang amat cepat, tidak tertahankan. Dan di tengah gelombang kemajuan itu, tidakkah orang2 mulai menyadari, informasi adalah kekuatan terbesar yang ada.

Siapapun yang memiliki ambisi berkuasa, harus tahu persis informasi yang dia miliki. Bila perlu tahu sedetail2nya. Jangankan buat produser yang merilis film agar box office, kalian yang lagi jatuh cinta dgn seseorang saja, ingin tahu sekali seperti apa gebetan kalian itu. Kapan dia buka facebook, apakah dia ngintip profile kalian, apakah dia kirim message ke teman2nya, dan membicarakan tentang kalian, dsbgnya.

Kita telah tiba di titik ketika semua orang dengan senang hati membagikan informasi miliknya. Penyebaran perangkat komunikasi ke seluruh dunia adalah 'vessel' alias kendaraan paling efektif mengumpulkan informasi tanpa paksaan. Cepat atau lambat, misalnya, saat gagdet dilengkapi dengan pemindai sidik jari, tanpa susah payah, ada pihak yang segera punya data lengkap sidik jari orang2. Banyak manfaatnya, tentu saja, ketika ada pelaku kejahatan di sebuah tempat, ketemu sidik jarinya, dengan mudah ketemu orangnya, bahkan ketahuan dia kemarin menelepon siapa, habis update apa. Tapi segala sesuatu memiliki dua sisi, jika kita belum mampu melihat dampak negatifnya di tahun2 mendatang, bukan berarti semua akan baik2 saja.

Sedangkan aplikasi di dalamnya adalah content paling atraktif menggoda para pengguna. Jejaring sosial misalnya, data-data personal di kumpulkan, baik bagi perusahaan yang memang berkepentingan atas bisnisnya, maupun bagi pihak lain dengan agenda yang berbeda. Pun termasuk pemerintah berkuasa, yang bisa memerintah siapapun. Semua informasi itu bisa dimanfaatkan buat apapun. Mulai dari level rendah, ecek-ecek, hingga level tinggi, menyerbu dan menguasai sebuah negara.

Berlebihan? Tergantung. Seberapa penting atau tidak kalian. Jika kalian adalah nasabah kartu kredit dengan catatan transaksi baik, maka sy jamin, bukankah setiap minggu pasti ada yang menelepon menawari asuransi dan produk keuangan lainnya? Jika kalian lebih penting lagi, nasabh besar, maka lebih tinggi lagi pemanfaatan informasi tsb, termasuk hal positif memang, seperti tiba2 ada yang menawari real bisnis. Tapi jika kalian hanya simpel pengguna internet sederhana, paling mentok dapat email SPAM dari Afrika yang menawarkan USD 10 juta.

Kita tidak akan bisa mencegah gelombang ini, orang2 akan menggunakan informasi yang telah kita berikan (termasuk penjahat di sekitar kita bisa memanfaatkannya). Maka saran saya, mulailah berpikir matang, gunakanlah teknologi lebih dewasa. Kita semua tersambung dalam sebuah jaring laba-laba raksasa yang menghimpun informasi. Buat sekat yang jelas. Jejaring sosial, seperti facebook misalnya, bukan tempat kita bebas meletakkan apapun. Kejadian remaja wanita diperkosa atau dilecehkan oleh kenalan di jejaring sosial itu gunung es. Pucuknya saja yg terlihat di berita2, sedangkan dalamnya, banyak yg malu, memilih tutup mulut tidak cerita kemana2. Pun kejadian2 lain serupa.

Jaga anak2 kita dari teknologi. Usia enam tahun, sudah jago berselancar di dunia maya, itu bukan kebanggaan. Repot jika malah mikir sebaliknya. Sama dengan anak usia tiga belas, sudah bisa ngebut di tol, sudah bisa pacaran, kacau sekali kalau orang tuanya mikir malah bangga, atau orang di sekitarnya menganggap itu keren, diidolakan. Ada batas ketika anak2 kita memang masih rentan dan tidak bisa bertanggung jawab atas prilaku mereka sendiri.

Silahkan pikirkan baik2 masalah ini. Teknologi yang berada di sekitar kita, tidak sesimpel untuk seru2an, asyik2an, dan senang2 saja. Setidaknya pastikan kita tidak ditelan oleh teknologi itu, menghabiskan banyak waktu untuknya, tanpa memperoleh manfaat yang setimpal. Jika kalian tidak sependapat dgn catatan ini, tidak perlu repot2 membantah di kolom komen. Tinggal buat tulisan sendiri di profile masing2. Itu akan lebih bermanfaat membesarkan cara berpikir, bukan membesarkan jempol dan jari mengetik komen. Dan jelas, itu salah satu contoh memanfaatkan secara positif jejaring sosial di sekitar kita.

*Tere Lije

menyayangi-

*Menyayangi masalah kita

Saya suka majalah anak-anak, dulu waktu kecil, usia SD, sy paling suka membaca majalah anak-anak. Dulu ada TomTom, juga BoBo, dan judul2 lainnya. Sekarang, sudah punya anak satu, saya juga masih suka baca majalah anak-anak. Hehe, jadi kalau ada majalah anak2 di rumah, di ruang tunggu, di mana saja, pasti dibaca dari halaman depan hingga halaman belakang, bersih. Termasuk baca puisi yang ditulis anak2, memperhatikan lukisan yg digambar anak2.

Kalian tahu, menurut saya, dunia anak2 itu selalu istimewa.

Saya juga menulis catatan ini karena barusaja membaca majalah anak2, BoBo. Edisi lama malah, November 2012. Di salah-satu artikelnya, saya membaca seorang anak bernama Meylan, dia tinggal di pulau terpencil di kelilingi laut luas Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Nah, si Meylan ini, kalau sekolah harus menyeberangi laut dengan sampan, lantas berjalan kaki, kemudian mendaki lereng, karena sekolahnya terletak di pulau berbeda, di atas bukit pula. Tinggi lerengnya adalah 56 anak tangga besar2.

Saya kira, ribuan anak2 lainnya di seluruh Indonesia juga harus berjuang tiba di sekolahnya. Ada yang menyeberangi sungai, ada yang akrobat di jembatan rusak, ada yg membawa obor karena jalan kaki melintasi hutan pagi buta, ada yang melintasi pematang sawah, dsbgnya, banyak sekali yg seperti Meylan.

Tapi yg satu ini istimewa sekali. Membayangkan Meylan naik sampan, lantas jalan kaki, lanjut mendaki bukit saja sudah melelahkan, apalagi kalau menjalaninya sendiri. Itu perjalanan fisik yang melelahkan bagi anak kecil. Dan dia harus melakukannya setiap hari. Berangkat pagi, pulang sore. Sepanjang tahun, bertahun2. Maka istimewa sekali saat Meylan ditanya bagaimana agar dia tidak capek? Dia menjawab: "Kusayangi jalanku supaya kakiku tidak mengeluh capek." Jawaban yang sederhana sekali, Meylan menyayangi jalan tersebut agar dia tidak mengeluh capek.

Inilah kenapa sy suka membaca majalah anak2. Karena selalu saja ada hal cemerlang dari dunia anak2.

Meylan tidak membenci jalan yang harus dia lewati (jalan dalam arti sebenarnya), dia tdk membenci naik sampan, jalan kaki, juga mendaki bukit tinggi. Dengan semua keterbatasan, dia memutuskan menyayangi jalan tersebut, agar kakinya tidak mengeluh capek.

Maka, apakah kita orang dewasa telah menyayangi semua kesulitan yang kita hadapi? Hidup ini memang banyak masalah, ada yang mentok di pekerjaan menyebalkan bergaji rendah, ada yang mentok di rumah saja tidak bisa kemana2, ada yang mentok gagal terhambat inilah, ada yang kecewa berat terhambat masalah itulah. Tapi apakah kita akan marah-marah atau sebaliknya dengan semua situasi tersebut? Atau kita akan belajar dari Meylan, menyayangi masalah yang sedang kita hadapi, agar kita tidak banyak mengeluh. Kalau kita ingin marah2, maka ingatlah kisah si Meylan ini, dia memutuskan untuk menyayangi jalannya, termasuk 56 anak tangga itu, supaya kakinya tidak mengeluh capek.

Sungguh, anak2 di sekitar kita kadang memberikan pelajaran keren. Dan saya menulis di salah-satu buku (eh, sebenarnya di banyak buku2 itu); bukan anak2 yang selalu belajar banyak dari orang dewasa, dalam situasi tertentu, kitalah, orang dewasa, yang belajar banyak dari anak2 di sekitar kita. Jadi bukalah mata kita, mari belajar dari mereka.

Demikian.

tere-liye

*Kisah cinta klasik

Bang Tere dengan pemahaman baik, apakah masih mungkin kita mengalami haru-biru kisah perasaan? Merasakan semua kebahagiaan? Karena jadinya nggak boleh pacaran, nggak boleh berduaan, nggak boleh macam-macam?

Jawabannya, tentu saja masih. Absolut. Mutlak. Masih.

Akan saya ceritakan sebuah kisah klasik tentang cinta. Tidak detail--karena tentu saja yang tahu detail adalah yang bersangkutan, dan saya takut salah menceritakannya, tapi cukup untuk memberikan gambaran, bagaimana ketika pemahaman baik membungkus sebuah kisah cinta.

Adalah seorang pemuda, tinggal dan dibesarkan oleh anak pamannya. Sejak kecil dia selalu dekat dengan orang yang mendidiknya ini, malah jadi favorit dan dalam berbagai kejadian amat sangat diandalkan oleh orang yang mendidiknya. Pemuda ini tumbuh besar, gagah, pintar, cemerlang. Banyak sekali gadis yang naksir padanya. Siapa tidak? Tapi pemuda ini punya rahasia kecil, dia jatuh cinta pada seorang gadis? Siapa gadis itu?

Gadis itu adalah anak dari orang yang telah mendidiknya sejak kecil. Mereka hampir sebaya. Karena sejak kecil pemuda ini tinggal di rumah orang yang membesarkannya, tidak sulit membayangkan cinta tersebut tumbuh. Sering bertemu sejak kecil, bahkan boleh jadi teman bermain sejak kanak-kanak. Mereka hampir sebaya, si pemuda lebih tua beberapa tahun saja. Tapi, hei, gadis ini adalah anak dari orang yang mendidik, menampung, membesarkannya, dan amat dihormatinya, bukan? Dan diluar itu, gadis tersebut juga tumbuh cantik, pintar, cemerlang. Tidak kurang orang2 besar yang hendak meminangnya.

Nah, ternyata, rahasia yang sama juga tumbuh di hati si gadis tersebut. Saya tidak tahu bagaimana persisnya perasaan itu tumbuh. Doa-doa dikirimkan ke langit. Tapi dua orang ini adalah orang2 terbaik di jamannya, amat cemerlang pemahamannya, mereka tidak akan melanggar batas, bahkan saling melirik pun tidak berani, apalagi berduaan, bicara tentang perasaan secara terbuka. Saya tidak tahu berapa lama perasaan itu terpendam, yang pasti si gadis telah berkali-kali dilamar. Andaisaja lamaran itu diterima orang tuanya, maka boleh jadi padamlah kesempatan itu. Binasalah perasaan cinta tersebut.

Lantas bagaimana akhirnya mereka bisa bersatu? Tuhan yang mengirimkan perintah agar mereka menikah. Ya Allah, itu menakjubkan sekali. Orang-orang hari ini sering lupa, jodoh adalah rahasia milik Allah, maka kisah ini adalah bukti nyata bagaimana skenario paling terlihat atas keterlibatan Allah. Si pemuda menjual perisai perangnya untuk pernikahan tersebut, pembeli perisai tersebut (yg juga adalah orang terbaik di jaman itu) mengembalikannya, sebagai hadiah pernikahan. Dan menikahlah pasangan muda ini. Hingga si gadis itu meninggal, pemuda tersebut tidak pernah menikah lagi--meskipun boleh dan banyak orang di sekitarnya yang melakukannya. Gadis itu cinta pertamanya, dan sebaliknya, pemuda itu cinta pertamanya. Banyak sekali kisah mengharukan setelah mereka menikah. Pengorbanan atas cinta. Kisah bahagia, kabar duka, semuanya mereka lalui. Cinta hingga meninggal.

Silahkan rubah nama pemuda itu dengan Ali Bin Abi Thalib, dan ganti nama gadis itu dengan Fatimah putri Muhammad Rasul Allah. Itulah kisah cinta pasangan yang memiliki pemahaman baik.

Hingga hari ini, Kawan. Jodoh tetap hak mutlak Allah. Tentu saja kita tidak akan menemukan lagi ada perintah langsung menikahlah dengan siapa. Tetapi skenario jodoh itu tetap berjalan dalam skenario Allah. Mau sebenci apapun kita dengan seseorang, jika jodoh, besok lusa malah menikah. Mau secinta apapun kita dengan seseorang, kalau tidak jodoh, besok lusa tidak akan menikah.

Apakah kita bisa mengalami perasaan cinta yang agung? Bisa. Dan terlepas dari akan seperti apa mengharu biru perasaan kita. Kesedihan. Pengharapan. Menunggu. Bersabar. Maka selalu bentengi dengan pemahaman yang baik. Ada kaidah2 agama yang tidak bisa dilanggar, ada peraturan2 yang tidak bisa diabaikan.

Semoga dipahami.

*Tere Lije



> repos bang tere